Televisi. Ya media audiovisual yang semakin
lama menayangkan hal – hal yang tidak harus di pertontonkan. Perselisihan
semakin diperlihatkan persatuan semakin disembunyikan. Di mulai dari sidang
kasus kopi yang tidak ada habisnya, calon kepala daerah daerah yang saling
menjatuhkan layaknya pemain smackdown, sampai hal yang gak begitu penting
efeknya buat penonton selalu ditayangkan. Muak? Iya jelas muak.
Apalagi sekarang hampir setiap stasiun
televisi swasta dijadikan alat politik. Misal stasiun tv yang berlogo hewan
burung, selalu memuat informasi tentang partai politik yang pemiliknya juga CEO
stasiun tv tersebut. Belum lagi di salah
satu stasiun tv, sering memuat berita yang belum 100% akurat. Lalu, layakkah
televisi untuk di terus di tonton? Itu kembali ke anda.
Tidak selamanya juga televisi itu negatif.
Namun enggak terlalu banyak berita baik yang dinaikkan ke masyarakat. Ya paling
yang populer baru – baru ini ketika Rio Haryanto berhasil menembus ajang
formula 1. Selebihnya? Sedikit sekali. Padahal banyak anak muda Indonesia yang
berprestasi tapi beritanya seakan angin lalu saja. Televisi selalu menaikkan
hal negatif terlalu banyak.
Acara – acara tv juga sekarang tidak begitu
mendidik. Mulai dari acara musik pagi yang banyak anak alay dan laki- laki
keperempuanan, sampai acara dangdut yang ujung – ujungnya si para juri malah
bongkar- bongkaran aib. Ini acara musik atau acara gosip? Ya sebelas
duabelaslah. Padahal banyak musik Indonesia yang bagus dan layak diperlihatkan
ke khalayak masyarakat luas. Namun demi rating televisi, tv hanya menayangkan
artis yang itu – itu saja. Mulai dari artis yang pernikahannya sampai kehidupan
sehari- harinya selalu di setting layaknya drama, kemudian stasiun tv lain juga
begitu. Semua mengikuti selera pasar.
Lain acara musik lain lagi acara olahraga.
Acara yang harusnya layak dinikmati semua kalangan dengan tujuan meningkatkan
sportifitas harus di tunda sama tayangan sinetron yang menayangkan sekelompok
anak labil yang kebut- kebutan di jalan raya lalu galau gara – gara satu cewek.
Dan anehnya, kenapa sinetron yang kayak
gini dapat awards? Hanya Tuhanlah yang tau. Yang lebih parahnya lagi, stasiun
tv yang menjadi official olimpiade rio 2016 dimana atlet –atlet Indonesia
mendapatkan medali, justru lebih menayangkan drama india dan sinetron. Paling
hanya final bulutangkis ganda campuran yang di tayangkan.
Kemudian tayangan untuk anak – anak. Sedikit sekali kita lihat di televisi
acara dan film buat anak - anak. Dan dari dulu acara anak – anak dari luar
Indonesia selalu jadi idola. Mulai dari kartun jepang, serial superhero, sampai
kisah dua anak kembar dari Negara tetangga. Dari Indonesia? Ada tapi tidak
sepopuler mereka. Film anak – anak dari Indonesia kalah saing dari film luar. Padahal
banyak animator Indonesia yang bekerja untuk film luar. Tidak usah jauh- jauh. Film
anak kembar dari Malaysia itu animatornya adalah orang Indonesia.
Sekarang kita liat,
banyak film drama dari luar masuk ke Indonesia. Mulai dari jaman drama Taiwan,
Korea, India, sampai drama Turki. Drama Indonesia? Ya sama nasibnya seperti
film anak kurang diminati. Dan secara tidak langsung televisi menghilangkan
budaya Indonesia yang seharusnya ditunjukkan. Kita terpengaruh drama – drama yang
kita tonton.
Haruskah kita berhenti
menonton televisi? Tidak harus. Tetapi kita juga harus cerdas memilih apa yang
harus kita tonton. Karna begitu
banyaknya tayangan televisi yang negatif dan tak seharusnya kita tonton terus
menerus. Apalagi kita di jaman teknologi yang sangat canggih. Televisi punya
saingan baru yaitu Youtube. Dimana di youtube kita bisa memilih apa saja yang
ingin kita lihat sesuai kemauan kita dengan syarat harus punya kuota internet
untuk mengaksesnya.
Apakah Youtube lebih
banyak positifnya? Tidak. Justru Youtube lebih berbahaya kalau kita tidak
memfilter apa yang ingin kita lihat. Di Youtube kita tinggal cari apa yang kita
mau lihat. Di youtube malah masih banyak konten – konten dewasa yang belum
terblokir sehingga bisa dilihat siapa saja. Tapi banyak juga konten – konten bagus
seperti pembelajaran buat kita lihat. Youtube semacam tak terbatas.
Kenapa beberapa pelaku
industri film bermigrasi ke Youtube. Karna di Youtube mereka bisa meng-upload
karya mereka tanpa harus melewati sensor yang ribet. Melalui youtube mereka
tidak harus mengeluarkan biaya yang banyak.
Cukup materi video, gadget/pc, jaringan internet dan akun youtube. Mereka
punya channel sendiri. Dan mereka bisa mendapatkan uang dari channel youtube
mereka jika konten youtube mereka banyak dilihat dan menarik.
Jadi, sekarang kalian
tinggal pilih ingin memilih televisi atau Youtube. Keduanya Audiovisual. Keduanya
punya sisi positif dan negatif. Cerdaslah memilih sebuah tayangan. Karna sekarang
kita hidup di jaman dimana bukan kita yang mengikut arus. Tapi kita yang
memilih kita akan ikut arus atau dengan pendirian kita. Terlalu banyak tayangan
negative yang di tayangkan di mana – mana. Jangan salahkan kalau nantinya
generasi penerus malas berprestasi. Ayo cerdas menonton.
Komentar
Posting Komentar